SUARA DAERAH SRAGEN – Panggung politik Sragen kembali bergejolak. Tatag Prabawanto, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) yang pada Pilkada lalu dikenal sebagai pendukung garis keras pasangan Bupati Sigit-Suroto, kini tampil sebagai pengkritik vokal terhadap pemerintahan yang ia bantu menangkan.
Tatag menampik tudingan bahwa kritiknya didasari kekecewaan atau kepentingan proyek. Dia bahkan menyamakan keterlibatannya dalam politik sebagai 'penjudi' yang tidak mengharapkan kemenangan, melainkan hanya membuang uang.
Tatag melontarkan kritik pedas, terutama soal tata kelola pemerintahan dan penataan birokrasi di Kabupaten Sragen. Terutama Kritik Tajam Penataan PLT yang tidak segera Definitif.
Poin utama yang menjadi sorotan Tatag adalah kebijakan penunjukan Pelaksana Tugas (PLT) di unit-unit pemerintahan seperti Lurah dan Camat. Menurutnya, praktik ini menunjukkan tata kelola pemerintahan yang "jauh dari norma yang wajar" dan "enggak sehat."
"Saya itu berharap, wong itu kepala unit meskipun kecil. Dalam tempo sebulan segera dilantiklah jadi pegawai definitif. Enggak jadi blunder pembicaraan di masyarakat, ya toh. Masak ajudan Wakil Bupati kan kurang tepat kalau enggak langsung didifinitifkan," tegas Tatag.
Ia menyoroti status kepegawaian staf yang menurutnya seharusnya segera diangkat menjadi pejabat definitif, bukan dibiarkan dalam status PLT. Tatag membandingkan dengan daerah lain yang menurutnya mampu melakukan penataan lebih cepat.
"Harusnya kan wis, tempo sebulan itu enggak sulit kok. Wong Karanganyar aja bisa dan tidak ada masalah kok," tambahnya.
Menyikapi tudingan kecewa atau mencari imbalan proyek, Tatag dengan keras membantah. Dia bahkan menggambarkan perannya dalam politik sebagai "penjudi."
"Saya bermain Pilkada itu sudah mulai 2008. Dan saya katakan 99 persen apa yang saya dukung itu banyak yang berhasil. Tanya kepada mereka-mereka, apakah pernah saya minta-minta proyek? Enggak," ujarnya.
Ia membedakan 'penjudi' dengan 'pencopet' atau 'pemalak'. "Seorang penjudi itu keluar dari rumah itu adalah untuk buang uang. Tapi kalau pulang bawa kemenangan itu adalah faktor keberuntungan," jelasnya.
Tatag justru menegaskan lebih suka jika tidak dilibatkan dalam urusan pemerintahan, terutama terkait penataan pegawai. "Saya enggak ingin, tambah musuh lagi," katanya.
Pertanyaan muncul mengapa kritik disampaikan ke publik, bukan langsung ke pemangku jabatan. Tatag mengungkapkan bahwa upaya komunikasi personal telah dilakukannya, namun terhambat.
"Ya, coba tanya kepada pemangku kebijakan. Saya pernah WA, dijawabnya, pirang-pirang dino (beberapa hari kemudian). Terus yang terakhir kira-kira dua bulan yang lalu, pemangku kebijakan ngebel (menelepon) saya, tak bel genti ora diangkat (saya telepon balik tidak diangkat), tak WA ora dijawab," ungkapnya, mengisyaratkan adanya tembok komunikasi.
Lantas obrolan Mengenai isu politik dinasti yang juga hangat di Sragen, Tatag mengambil posisi netral. Ia berpendapat bahwa dinasti politik tidak selalu buruk selama membawa kebaikan.
"Kalau soal politik dinasti juga saya enggak ada masalah. Tapi apa, yang paling utama itu bagaimana membawa Kabupaten Sragen itu harus bisa menjadi lebih baik," katanya.
Ketua PSU Sragen ini juga memberikan apresiasi kepada Bupati incumbent, Mbak Yuni. "Saya katakan Mbak Yuni baik kok. Selama memerintah juga Mbak Yuni baik. Terkait dengan kelebihan maupun kekurangannya itu juga sah-sah saja, jadi enggak ada sesuatu yang sempurna," tegasnya
Jurnalis Wahono.


Social Header